Jakarta, Kilaskota.com —Program revitalisasi sekolah pada beberapa sekolah yang tersandung masalah mendapat perhatian serius dari anggota DPR RI dapil Maluku, F. Alimudin Kolatlena.
Alimudin menjelaskan, program revitalisasi merupakan salah satu program unggulan dan mulai dari presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Sehingga dirinya merasa prihatin atas pengelolaan revitalisasi di maluku, khusunya Kabupaten Seram Bagian Timur, yang ramai dipublikasikan beberapa media online maupun di sosial media semenjak agustus lalu sampai saat ini.
“Polemik yang terjadi di beberapa waktu lalu sampai dengan sekarang kita lihat ada pemberitaan-pemberitaan media, media online maupun di media sosial itu berseliweran ada foto-foto, ada video di mana terjadi keributan terjadi perkelahian di beberapa sekolah bahkan di beberapa tempat, semisalnya di Kesui, di Sumelang terjadi sasi lahan oleh warga, oleh ketua komite. terjadi pergantian beberapa kepala sekolah di SBT yang berhubungan dengan sekolahnya mendapatkan program revitalisasi oleh Pak Prabowo itu sudah dari bulan Agustus lalu,” Kata Alimudin
Anggota DPR RI dari partai Gerindra ini Lebih lanjut dijelaskan, pihaknya saat ini telah mendapat aduan dari masyarakat terkait dengan kegiatan revitalisasi tersebut, bahkan informasi tentang dugaan intervensi pihak dinas pendidikan dan dugaan permintaan fee 10% berdasarkan pagu yang diterima setiap sekolah penerima revitalisasi.
“Begitu informasi itu sampai ke kita dalam bentuk aduan atau keluhan aspirasi. yang kita terima dari masyarakat bahwa program revitalisasi sekolah yang sebenarnya itu adalah swakelola, dikelola langsung oleh pihak sekolah, jadi itu dari APBN ditransfer langsung ke sekolah itu, oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan itu mencoba untuk mengintervensi. Jadi, bentuk intervensinya pertama meminta fee 10% dari nilai pagu atau nilai anggaran yang didapatkan oleh sekolah,” Ungkap Alimudin
Selain itu, mantan anggota DPRD Maluku ini juga menyoroti campur tangan pihak ketiga yang membuat masyarakat merasa keberatan, karena kegiatan yang bersifat swakelola melibatkan masyarakat secara penuh, bukan pihak ketiga atau orang lain yang mencoba untuk mencampuri kegiatan itu.
“Yang kedua proyek pembangunan gedung-gedung sekolah itu dibagi dua antara pihak sekolah dengan Dinas Pendidikan karena ada semacam ada orang-orang tertentu yang ingin eh dikasih eh untuk melaksanakan pekerjaan itu. Nah, ini oleh sekolah-sekolah dan masyarakat itu dirasa keberatan karena ini swakelola, sedianya itu swakelola, dikelola oleh sekolah dan partisipasi masyarakat. Nah, karena pihak sekolah merasa bahwa yang bertanggungjawab atas program itu adalah pihak sekolah. Jadi, kalau ada pihak ketiga, ada orang lain yang masuk dan mengintervensi pekerjaan dan nanti terjadi masalah, pekerjaan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka yang bertanggung jawab itu adalah kepala sekolah,” Sesalnya.(KK-02)



















Discussion about this post