Ambon, Kilaskota.com —Sejumlah kasus besar yang pernah mencuat di Provinsi Maluku kini hilang arah penanganannya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Kini Publik mempertanyakan mengapa perkara-perkara strategis yang menyangkut kepentingan rakyat dan potensi kerugian negara itu seolah terkubur tanpa kepastian hukum. Tiga di antaranya adalah kasus Dana Reboisasi, Kwarda Pramuka Maluku, serta dugaan penyimpangan di PT Dok dan Perkapalan Wayame (PT DOK Wayame).
1. Kasus Dana Reboisasi
Kasus dana reboisasi di Maluku sudah lama menjadi sorotan. Dana yang semestinya dipakai untuk menghijaukan kembali kawasan hutan di sejumlah daerah justru diduga dikorupsi oleh oknum-oknum tertentu. Menurut catatan sejumlah lembaga pemerhati lingkungan, kerugian negara dari praktik penyelewengan dana ini ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Meski sempat masuk ke tahap penyelidikan, publik tidak lagi mendengar perkembangan terbaru. Kejati Maluku belum memberikan penjelasan resmi, sementara kondisi hutan di Maluku kian kritis akibat eksploitasi dan alih fungsi lahan. Kemandekan kasus ini menimbulkan kecurigaan adanya intervensi atau kurang seriusnya aparat penegak hukum.
2. Kasus Kwarda Pramuka Maluku
Kasus dugaan korupsi dana hibah Kwarda Pramuka Maluku kembali mencuat ke publik setelah sejumlah organisasi mahasiswa melakukan aksi protes di Jakarta maupun Ambon. Nama mantan Ketua Kwarda Maluku, Widya Pratiwi Murad—yang kini duduk sebagai anggota DPR RI periode 2024–2029—turut diseret dalam pusaran perkara ini.
Berdasarkan dokumen yang beredar, dana hibah miliaran rupiah diduga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Namun, hingga kini belum ada langkah hukum tegas dari Kejati Maluku. Ketiadaan progres membuat publik mempertanyakan keberanian aparat untuk menuntaskan kasus yang menyeret figur politik nasional.
3. Kasus PT DOK Wayame
PT Dok dan Perkapalan Wayame (PT DOK Wayame) merupakan salah satu BUMD strategis di Maluku. Perusahaan ini diduga mengalami kerugian besar akibat salah urus, termasuk dugaan penyimpangan dan pencucian keuangan dalam pengelolaan perusahaan. Kasus ini padahal sudah di tahap penyidikan Kejaksaan.
Namun hingga kini, Kejati Maluku belum menunjukkan tanda-tanda serius dalam mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang maupun kasus korupsi di tubuh perusahaan tersebut. Padahal, keberadaan PT DOK Wayame sangat penting untuk menopang industri perkapalan dan perekonomian Maluku.
Mandeknya tiga kasus besar ini memunculkan kritik luas terhadap Kejati Maluku. Lembaga swadaya masyarakat, aktivis mahasiswa, hingga tokoh masyarakat menilai Kejati gagal menunjukkan kinerja profesional dalam penegakan hukum.
“Jangan sampai ada kesan Kejati Maluku hanya tebang pilih kasus. Kalau rakyat kecil cepat diproses, tapi kalau kasus besar yang melibatkan pejabat dan elite justru diam,” Ujar Direktur RUMMI Fadel Rumakay
Publik kini menuntut Kejati Maluku untuk segera membuka kembali berkas perkara dan memberikan penjelasan resmi mengenai status penanganan ketiga kasus tersebut. Transparansi dianggap sebagai bentuk akuntabilitas lembaga penegak hukum di hadapan masyarakat.(KK-01)



















Discussion about this post