Ambon, Kilaskota.com —Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Seram Bagian Timur, yang tidak melibatkan masyarakat adat di daerah ini mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Maluku, Fiqran M. Yusuf ST., M.PWK
Menurut Fiqran Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan pedoman dalam pembangunan suatu kota atau wilayah, alias ruhnya pembangunan suatu kota. Tujuannya agar lingkungan alam dan lingkungan buatan maupun manusia menjadi aman, nyaman dan produktif, dan berkelanjutan. Sehingga aspek-aspek ruang dapat berjalan selaras berkesinambungan dan berkelanjutan, karena dalam produk tata ruang wajib saling terintegrasi dan selaras serta harmonis dengan semua aspek baik ekonomi, politik, lingkungan maupun sosial budaya.
Selanjutnya Menurut Alumni Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung, yang juga Ketua DPD Persatuan Konsultan Indonesia (PERKINDO) Provinsi Maluku ini. Penyusunan RTRW sifatnya wajib dalam pelibatan masyarakat.
“Keliru jika dokumen yang disusun untuk kesejahteraan masyarakat justru menjadi masalah dan ancaman bagi masyarakat, lagian dalam penyusunan dokumen Rencana Tata Ruang (RTR) wajib hukumnya pelibatan masyarakat sehingga produknya nanti tidak hanya formalitas semata namun dapat di pakai dan benar-benar hasil dari aspirasi masyarakat juga,” Ujar Fiqran.
Lebih lanjut dijelaskan, Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang sudah jelas bahwa, dalam proses penyelenggaraan penataan ruang, masyarakat memiliki hak dan kewajiban dalam proses penyelenggaran penataan ruang termasuk peran dan pelibatan masyarakat adat. Bahkan secara teknis juga sudah diatur jelas melalui Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyusunan RTRW.
“Mulai dari tahap persiapan, pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data, penyusunan konsep rencana hingga keluar hasil rencana, bahwa wajib pelibatan masyarakat dalam proses penyusunannya hal itu di lakukan melalui Konsultasi Publik (KP), Workshop, FGD, Seminar dan Lain sebagainya bila mana ada usulan, keberatan dan sanggahan pun harus menjadi isu yang wajib untuk di akomodir sehingga dapat diwujudkan Tujuan Kebijakan dan Strategis (Tujakstra).” Ungkap Fiqran
Fiqran yang juga anak kandung Seram Bagian Timur menambahkan. Jauh sebelum masuk pada tahapan legislasi pada tingkat DPRD, ada proses tahapan dalam penyusunan data dan informasi sampai dengan Konsultasi Publik (KP) bahkan wajib di lakukan minimal dua kali tahapan, hal ini menandakan pentingnya pelibatan dan pengawasan masyarakat. Karena setelah perencanaan tata ruang, masih ada proses pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang pengawasan dalam pelaksanaan penataan ruang yang telah disepakati sebagai produk hukum.
“Jadi harapan saya sebagai putera daerah tentunya kita memiliki tanggungjawab penuh untuk saling memberikan masukan saran yang konstruktif untuk negeri ita wotu nusa tercinta ini, yah jika memang kalau ada proses yang terlewati, sebaiknya sebelum proses penetapan legislasi oleh DPRD baiknya ada tahapan Peninjauan Kembali (PK) dan ini sah dan legal dan keseluruhanya itu sudah di atur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 11 Tahun 2021 karna sudah jelas ada tahapan-tahapan yang fundamental namun terlewatkan,” Harap Fiqran.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi dampak negatif dikemudian hari akibat konflik ruang di masyarakat. apalagi masa pemerintahan yang baru ini mungkin saja masih proses penyusunan RPJMD, atau masih dalam tahapan penyusunan, sehingga sebaiknya bisa diintegrasikan dengan RTRW dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Karena dalam penyusunan dokumen tata ruang menurutnya, masyarakat atau masyarakat adat tidak hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek dalam proses perencanaan pembangunan, karena sejatinya wujud akhir dari perencanaan adalah kesejahteraan rakyat. Untuk apa pembangunan itu dilakukan jika tidak untuk kesehjateraan rakyat itu sendiri.(KK-01)



















Discussion about this post