Ambon, Kilaskota.com —Polemik tambang emas ilegal di kawasan Gunung Botak, Desa Dava, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru kembali menjadi polemik dari 2011 sampai sekarang.
Masyarakat dan sejumlah pemerhati lingkungan mendesak Pemerintah Provinsi Maluku untuk bertindak serius dan konsisten dalam menindaklanjuti instruksi resmi yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa melalui Surat Nomor 500.10.2.3/1052 tertanggal 19 Juni 2025.
Dalam surat itu, menginstruksikan Kapolda Maluku bersama Polres Pulau Buru untuk segera melakukan penertiban aktivitas tambang emas ilegal di Gunung Botak. Surat tersebut menekankan pengosongan wilayah pertambangan emas dan mengatur bahwa penyisiran akan dimulai pada 28 Juli 2025 hingga waktu yang belum ditentukan.
Menanggapi hal ini, Ketua DPD Gasmen (Gasmen Maluku) Abd. Rifki Derlen, mengecam sikap setengah hati Pemprov Maluku. Ia menilai, instruksi yang dikeluarkan Gubernur tanpa diikuti dukungan anggaran adalah bentuk inkonsistensi dalam menjalankan roda pemerintahan.
“Gubernur jangan hanya membuat surat instruksi lalu berhenti di atas meja. Persoalan tambang ilegal di Gunung Botak sudah lama menjadi keresahan masyarakat, karena menyangkut keselamatan lingkungan dan masa depan generasi di Buru. Kalau serius, anggaran harus disiapkan, operasional harus dilakukan, dan masyarakat harus dilibatkan,” Ujar Derlen
Dirinya juga mengingatkan, jika penertiban ini terus dibiarkan tanpa aksi nyata, maka akan muncul anggapan bahwa pemerintah daerah justru membiarkan, atau bahkan mengambil keuntungan politik dari aktivitas tambang ilegal tersebut.
“Kami dari Gasmen Maluku akan terus mengawal persoalan ini. Jangan sampai rakyat Buru dikorbankan hanya karena lemahnya keberanian pemerintah provinsi dalam menegakkan aturan.
Instruksi itu dianggap sebagai langkah penting, mengingat kawasan Gunung Botak selama ini telah menjadi pusat aktivitas penambangan ilegal yang memicu berbagai persoalan, mulai dari kerusakan lingkungan, pencemaran sungai, potensi konflik horizontal antar penambang, hingga meningkatnya kriminalitas,” Tegasnya
Meski surat instruksi sudah jelas dan tegas, namun hingga kini tidak ada langkah nyata yang terlihat di lapangan. Aparat kepolisian yang disebut dalam surat tersebut pun tidak dapat bergerak maksimal, lantaran dukungan anggaran operasional dari Pemprov Maluku tidak kunjung diberikan. Kondisi ini membuat masyarakat menilai bahwa instruksi Gubernur hanya sebatas formalitas tanpa ada keseriusan untuk dijalankan.
“Penertiban yang seharusnya merupakan kebijakan besar Pemerintah Provinsi Maluku justru terlihat seperti dibebankan sepenuhnya kepada Polres Pulau Buru. Padahal, mekanisme operasional semestinya dibiayai oleh APBD Provinsi melalui Dinas ESDM Maluku, sedangkan kepolisian bertugas memberikan dukungan pengamanan berdasarkan tugas pokok dan fungsi mereka,” Ungkap Rifky.(KK-01)



















Discussion about this post