Ambon, Kilaskota.com —Dugaan praktik penyalahgunaan wewenang di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kembali menyeret nama Gubernur Maluku. Hal ini diungkapkan Direktur Rumah Muda Anti Korupsi (RUMMI), Fadel Rumakat pada, Sabtu (23/8/2025)
Dijelaskan, sorotan publik terhadap mandeknya penanganan kasus korupsi PT Dok Wayame, kini muncul pula dugaan problem serupa di PT Bupolo Giding yang disebut-sebut terkait pengelolaan dana puluhan miliaran rupiah.
Penetapan komisaris hingga arah kebijakan dua perusahaan pelat merah itu memperlihatkan betapa kuatnya peran gubernur dalam menentukan siapa yang diuntungkan dan siapa yang dikorbankan dalam pusaran bisnis BUMD di Maluku.
Publik menilai pola yang sama tampak berulang pada PT Dok Wayame, yakni proses hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi seakan hilang di tangan aparat penegak hukum di daerah. Sementara di PT Bupolo Giding, muncul kabar adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana sekitar Rp45 miliar yang hingga kini belum jelas pertanggungjawabannya.
Nama-nama yang ditunjuk sebagai komisaris pun menimbulkan tanda tanya, lantaran sebagian di antaranya justru diduga memiliki rekam jejak bermasalah. Namun karena memiliki kedekatan dengan Gubernur akhirnya diamankan menduduki posisi startegis dalam tubuh BUMND itu.
Dalam konteks inilah, peran Gubernur Maluku menjadi sorotan utama. Sebagai pemegang kendali kebijakan daerah sekaligus penentu arah BUMD, publik menilai gubernur tidak sekadar menjalankan fungsi pengawasan, melainkan juga diduga ikut memainkan peran strategis dalam penunjukan figur-figur penting di dua perusahaan tersebut.
“Kritik semakin menguat karena kebijakan itu dianggap tidak transparan dan lebih bernuansa politik ketimbang memperjuangkan kepentingan ekonomi masyarakat Maluku,” Ujar Fadel
Desakan agar penegak hukum turun tangan pun kian deras yang datang dari ejumlah organisasi mahasiswa dan lembaga pemantau korupsi. Mereka mendesak agar Kejaksaan Agung mengambil alih kasus PT Dok Wayame dari Kejaksaan Negeri Ambon, yang dinilai gagal menuntaskan proses hukum. Sementara untuk PT Bupolo Giding, publik meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum mengaudit serta mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan dana Rp45 miliar tersebut.
“Fenomena ini memperlihatkan wajah buram pengelolaan BUMD di Maluku. Alih-alih menjadi lokomotif pembangunan daerah, perusahaan pelat merah itu justru terjebak dalam kepentingan politik dan bisnis segelintir elit. Jika praktik seperti ini terus dibiarkan, bukan hanya kepercayaan publik yang hancur, melainkan juga potensi ekonomi daerah akan terhambat,” Ungkap Fadel
Kini bola panas berada di tangan Gubernur Maluku, sehingga publik menunggu sikap tegas. apakah akan membuka diri pada transparansi dan akuntabilitas, atau tetap membiarkan BUMD di Maluku terjerat dalam lingkaran kepentingan sempit yang mengorbankan rakyat.(KK-01)



















Discussion about this post